Langsung ke konten utama

Pemahaman Hadis Dari Segi Sains Analisis Hadis Anjuran Bersiwak (menggosok gigi)


Pemahaman Hadis Dari Segi Sains
Analisis Hadis Anjuran Bersiwak (menggosok gigi)





A.   Pendahuluan
Pemahaman hadis menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari proses penggalian makna dan kandungannya. Dalam merespon kompleksitas permasalahan kehidupan manusia dari waktu ke waktu, pemahaman hadis dan tradisi kenabian terus mengalami perkembangan. Berbagai hasil penafsiran dengan corak yang berbeda, hadir seiring munculnya permasalahan-permasalahan baru dan menuntut pemahaman yang lebih kontekstual yang relevan dengan zamannya. pemahaman rasional-ilmiah (sains) menjadi salah satu identitas ditunjukkan oleh sebagian studi hadis  pada abad ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi pengaruh yang berarti bagi penafsiran teks-teks keagamaan. Ayat-ayat al-Quran dan hadis yang menyinggung fenomena alam dan kehidupan manusia lebih menarik apabila diterangkan dengan menggunakan fakta ilmiah hasil penelitian para ilmuan. Upaya ini kemudian dilegitimasi oleh adanya i’jaz al-‘ilmi dari berbagai ayat al-Quran dan sunnah yang merepresentasikan isyarat-isyarat ilmiah tersebut.[1]
Dinamika studi hadis kontemporer juga diwarnai dengan kecenderungan senada. Para ahli hadits mengambil peranan untuk mengungkap kemukjizatan ilmiah yang terdapat dalam berbagai literatur hadis. Nama Shaleh Ahmad Ridha, pakar hadits dan ilmu hadits pada Universitas al-Syariqah, mengemuka dengan karyanya al-I’jaz al-‘Ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyah.[2] Ia menyebutkan bahwa karya ini merupakan hasil dari telaah terhadap hadits nabi yang ia pandang memiliki relevansi ilmiah untuk kemudian dijelaskan dari sisi kemukjizatan sunnah dengan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedoketeran, geologi, astronomi, dan lain-lain.[3] Ia menjelaskan kemukjizatan ilmiah dalam hadis, terlebih dahulu berangkat dari hadis kemudian menjadikan fakta ilmiah sebagai data untuk memperkuat keterangan hadis. Ia juga menggaris bawahi bahwa hadis yang ia kutip adalah hadis-hadis yang berstatus maqbul  menurut penilaian ahli hadis, baik li zatihi maupun lighairihi.
            Adapun dalam makalah ini penulis akan sedikit memaparkan dan menjelaskan hadis anjuran bersiwak dan hubungannya dengan konteks kekinian dan sedikit menjelaskan fakta ilmiahnya dari hadis anjauran bersiwak tersebut. Dalam kaitannya dengan siwak, pada zaman dulu, Nabi Saw ingin mengajarkan kepada para sahabat supaya memperhatikan anggota-anggota tubuh, termasuk gigi. Karena Rasulullah sangat mengerti arti kebersihan, disamping ganjaran dan keutamaan yang diperoleh bagi orang yang selalu menjaga kebersihan. Salah satu alat yang digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut adalah kayu siwak, yang setelah diteliti banyak mengandung zat-zat pembersih untuk gigi dan mulut. Jika pada zaman dahulu media yang dipakai adalah siwak, lalu bagaimana dengan zaman sekarang yang sudah bersifat modern dan media pembersih gigi yang dipakai tidak hanya siwak, tetapi bisa memakai sikat dan pasta gigi. Apakah pemakaian siwak masih relevan untuk masa sekarang dan mengapa siwak dipilih sebagai media untuk membersihkan gigi dan mulut.
Begitu banyak hadis yang berbicara tentang keutamaan bersiwak itu sendiri. Dalam sebuah hadis dinyatakan kesunnahan bersiwak ini, seperti yang terdapat dalam kutubu at-tis’ah, salah satunya adalah:
 عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ. (رواه الترمذي).
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a bersabda Rasulullah Saw : Sekiranya tidak menyusahkan umatku, niscaya akan aku suruh mereka untuk bersiwak pada setiap (akan) shalat.” (HR. Tirmidzi)
B.  Analisis Hadis
1.    Takrij Hadis
Takrij hadis adalah langkah awal dalam melakukan penelitian hadis. Dalam bukunya Metodologi Penelitian Hadis Nabi, M. Syuhudi Ismail adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis yang bersangkutan.[4]
Hadis yang penulis takrij disini yaitu hadis tentang anjuran bersiwak sebelum shalat yang berbunyi:
 لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Langkah pertama yang dilakukan untuk menemukan hadis di atas adalah melakukan takrij hadis dengan metode al-bahts al-sharfi dengan kata kunci al-siwaak. Hasil dari takrij hadis tersebut adalah sebagai berikut:[5]
No
Sumber
Kitab
Bab
No. Hadits
1.
Shahih Bukhari
التمني
ما يجوز من اللو
6699
2.
Shahih Muslim
الطهارة
السواك
370
3.
Sunan al-Tirmidzi
الطهارة عن رسول الله
ما جاء في السواك
22
4.
Sunan al-Nasai
الطهارة
الرخصة في السواك للصائم
7
5.
Sunan Abu Daud
الطهارة
السواك
42
6.
Sunan Ibn Majah
الطهارة و سننها
السواك
283
7.
Musnad Ahmad
باقي مسند المكثرون
مسند أبو هريرة
7037, 7105, 7516
الباقي المسند السابق
8814, 8827, 9181, 9220, 9548, 10209, 10278, 10448
8.
Muwaththa’ Malik
الطهارة
ما جاء في السواك
132, 133
9.
Sunan al-Darimi
الطهارة
السواك
680

Dalam melakukan takrij hadis ini, penulis melacaknya dengan menggunakan Kutub at-Tis’ah atau Kitab 9 Imam Digital yang disusun oleh I.A.S Husainiyah Islamic Collage Bandung. Penulis melacak kata “siwak” dan menemukan hadis-hadis yang sesuai dengan hadis di atas, yaitu hadis yang menyatakan anjuran bersiwak sebelum shalat, walaupun ada beberapa redaksi lafal yang berbeda, bahkan bertambah, ataupun berkurang, untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikutip hadis-hadis tersebut.
1.        Imām Bukhari mengeluarkannya dalam al-Jami’ al-Shahih al-Musnad min Hadits Rasul saw. wa Sunanih wa Ayyamih atau yang biasa disebut sebagai  (Shahīh al-Bukhari), bersumber dari sahabat Abū Hurairah, pada kitāb al-Jum’ah, bab al-Siwak Yaum al-Jum’ah, dengan lafal sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْن يُوْسُف قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٍ عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مع كُلِّ صَلاَةٍ 
Al-Bukhari juga mengeluarkannya pada kitāb al-Shwm bāb Siwāk al-rathb wa al-yābis li al-Shā’im bersumber dari Abū Hurairah, dengan lafadz sebagai berikut:
وقَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ (لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وضوءٍ).
2.      Imam Muslim mengeluarkannya dalam Shahih Muslim, bersumber dari sahabat Abu Hurairah, pada kitab al-Taharah, bab al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
 حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ - وَفِى حَدِيثِ زُهَيْرٍ عَلَى أُمَّتِى - لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
3.      Imam Abu Daud mengeluarkannya dalam Sunan Abu Dawud, bersumber dari sahabat Zayd ibn Khalid al-Juhani, pada kitab al-Taharah, bab al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
Riwayat pertama:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِىِّ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Riwayat kedua:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ  لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ لأَمَرْتُهُمْ بِتَأْخِيرِ الْعِشَاءِ وَبِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
4.       Imam al-Turmudzi mengeluarkannya dalam Sunan al-Turmudzi, bersumber dari sahabat Abū Hurairah, pada kitab al-Taharah, bab Ma Ja’a fī al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
Riwayat pertama:
حَدَّثَنَا أَبُوْ كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَان عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ عَمْرو عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
      Riwayat kedua:
حَدَّثَنَا هناد حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانُ عَنْ مُحَمَّدٍ بنِ اسْحَقٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ عَنْ زَيْدٍ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيْ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ وَلَأَخرْت صَلاَة الْعِشَاءِ اِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ
5.       Imām al-Nasa’i mengeluarkannya dalam Sunan al-Nasa’i, bersumber dari sahabat Abū Hurairah, pada kitab al-Taharah, bab al-Rukhshah fī al-Siwak bi al-‘Asyiy li al-Sha’im, dengan lafadz sebagai berikut:
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَج عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْد كُلِّ صَلاَةٍ
6.      Imam Ibn Majah mengeluarkannya dalam Sunan Ibn Majah, bersumber dari sahabat Abū Hurairah, pada kitab al-Taharah wa Sunanihā, bab al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرٍ بْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ . حَدَّثَنَا أَبُوْ أُسَامَةَ وَعَبْدُ اللهِ بن نُمَيْرٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ  : - قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
7.      Imam Ahmad ibn Hanbal mengeluarkannya dalam Musnad Ahmad ibn Hanbal bersumber dari sahabat Abu Hurairah, dengan lafadz sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ حَدَّثَنِيْ عُقْبَةُ بْنُ مكرم الْكُوْفِيْ ثَنَا يُوْنُسُ بْنُ بكير ثَنَا مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاق عَنْ سعيد بن أَبِيْ سَعِيْدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وعَنْ عُبَيْدِ اللهِ بن أَبِيْ رافع عَنْ أَبِيْه عَنْ عَلَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
8.      Imam al-Darimi mengeluarkannya dalam kitab Sunan al-Darimi, bersumber dari sahabat Abū Hurairah, padakitab al-Taharah, bab Ma Ja’a fī al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
أَخْبَرَنَا محمد بن أحمد ثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ به عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ قَالَ أَبُوْ محمد يعني السواك
9.       Imam Malik mengeluarkannya dalam kitab Muwaththa’, bersumber dari sahabat Abu Hurairah, pada kitab al-Taharah, bab Ma Jā’a fī al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
وحَدَّثَنِيْ عَنْ مَالِك عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
I’tibār al-Sanad
Setelah melakukan takhrīj hadis, Hadis-hadis di atas bersumber dari tiga orang sahabat, yaitu Abū Hurairah, Zayd ibn Khalid al-Juhani, dan dari Ali ibn Abū Thālib dengan 16 jalur periwayatan yang dirincikan sebagai berikut:
a.       Dalam sanad al-Bukhārī ada dua riwayat, riwayat pertama terdapat 6 orang perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād (perawi III)
4.      Mālik (perawi IV)
5.      Abdullāh ibn Yūsuf (perawi V)
6.      al-Bukhārī (perawi VI)

Riwayat kedua terdapat 2 perawi, yaitu:

1.      Abu Hurairah (perawi I)
2.      al-Bukhārī (perawi II)

b.      Dalam sanad Muslim terdapat 6 orang perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād (perawi III)
4.      Sufyān (perawi IV)
5.      Qutaibah ibn Sa’īd, ‘Amr al-Nāqid, dan Zuhair ibn Harb (perawi V)
6.      Muslim (perawi VI)

c.       Dalam sanad Abū Dāwud ada dua riwayat, riwayat pertama terdapat 7 orang perawi, yaitu:

1.      Zayd ibn Khālid al-Juhanī (perawi I)
2.      Abū Salamah ibn ‘Abd al-Rahmān (perawi II)
3.      Muhammad ibn Ibrāhīm al-Taymī (perawi III)
4.      Muhammad ibn Ishāq (perawi IV)
5.      ‘Isā ibn Yūnus (perawi V)
6.      Ibrāhīm ibn Mūsā (perawi VI)
7.      Abū Dāwud (perawi VII)

Riwayat kedua terdapat 7 perawi juga, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād (perawi III)
4.      Sufyān (perawi IV)
5.      Qutaibah ibn Sa’īd (perawi V)
6.      Abū Dāwud (perawi VI)

d.      Dalam sanad al-Turmudzī ada dua riwayat, riwayat pertama terdapat 6 orang perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      Abū Salamah (perawi II)
3.      Muhammad ibn ‘Amr (perawi III)
4.      ‘Abdah ibn Sulaimān (perawi IV)
5.      Abū Kuraib (perawi V)
6.      al-Turmudzī (perawi VI)

Riwayat kedua terdapat 7 orang perawi, yaitu:

1.      Zayd ibn Khālid al-Juhanī (perawi I)
2.      Abū Salamah (perawi II)
3.      Muhammad ibn Ibrāhīm (perawi III)
4.      Muhammad ibn Ishāq (perawi IV)
5.      ‘Abdah ibn Sulaimān (perawi V)
6.      Hanād (perawi VI)
7.      al-Turmudzī (perawi VII)

e.       Dalam sanad al-Nasā’ī ada dua riwayat, riwayat pertama terdapat 6 orang perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād (perawi III)
4.      Mālik (perawi IV)
5.      Qutaibah ibn Sa’īd (perawi V)
6.      al-Nasā’ī (perawi VI)

Riwayat kedua terdapat 6 orang perawi juga, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād (perawi III)
4.      Sufyān (perawi IV)
5.      Muhammad ibn Manshūr (perawi V)
6.      al-Nasā’ī (perawi VI)

f.       Dalam sanad Ibn Mājah terdapat 6 orang perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      Sa’īd ibn Sa’īd al-Maqburī (perawi II)
3.      ‘Ubayd Allah ibn ‘Umar (perawi III)
4.      Abū Usāmah dan ‘Abd Allāh ibn Numayr (perawi IV)
5.      Abū Bakr ibn Abū Syaibah (perawi V)
6.      Ibn Mājah (perawi VI)

g.      Dalam sanad Ahmad ibn Hanbal ada dua riwayat, riwayat pertama terdapat 9 orang perawi, yaitu:

1.      ‘Alī ibn Abū Thālib (perawi I)
2.      Abū Rāfi’ (perawi II)
3.      ‘Ubayd Allāh ibn Abū Rāfi’ (perawi III)
4.      Abū Hurairah (perawi IV)
5.      Sa’īd ibn Sa’īd al-Maqburī (perawi V)
6.      Muhammad ibn Ishāq (perawi VI)
7.      Yūnus ibn Bukair (perawi VII)
8.      ‘Uqbah ibn Mukrim (perawi VIII)
9.      Ahmad ibn Hanbal (perawi IX)

Riwayat kedua terdapat 5 perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād (perawi III)
4.      Sufyān (perawi IV)
5.      Ahmad ibn Hanbal (perawi V)

h.      Dalam sanad al-Dārimī ada dua riwayat, riwayat pertama terdapat 6 orang perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād (perawi III)
4.      Sufyān (perawi IV)
5.      Muhammad ibn Ahmad (perawi V)
6.      al-Dārimī (perawi VI)

Riwayat kedua terdapat 8 perawi, yait:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      ‘Athā’ (perawi II)
3.      Sa’īd ibn Sa’īd al-Maqburī (perawi III)
4.      Ibn Ishāq (perawi IV)
5.      Ibrāhīm (perawi V)
6.      Ya’qūb ibn Ibrāhīm (perawi VI)
7.      Muhammad ibn Yahyā (perawi VII)
8.      al-Dārimī (perawi VI)

i.        Dalam sanad Imām Mālik ada dua riwayat, riwayat pertama terdapat 4 orang perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah (perawi I)
2.      al-‘A’raj (perawi II)
3.      Abū Zinād  (perawi III)
4.      Mālik  (perawi IV)

Riwayat kedua terdapat 4 perawi, yaitu:

1.      Abū Hurairah  (perawi I)
2.      Humaid ibn ‘Abd al-Rahmān ibn ‘Auf  (perawi II)
3.      Ibn Syihāb  (perawi III)
4.      Mālik  (perawi IV)


Dari sini dapat diketahui bahwa riwayat yang bersumber dari sahabat Abū Hurairah terdapat dalam sanad al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmudzī, al-Nasā’ī, ibn Mājah, Ahmad ibn Hanbal, al-Dārimī, dan Imām Mālik. Adapun riwayat yang bersumber dari Zayd ibn Khālid al-Juhanī terdapat dalam sanad Abū Dāwud dan al-Turmudzī. Dan riwayat yang bersumber dari sahabat ‘Alī ibn Abū Thālib hanya terdapat pada sanad Ahmad ibn Hanbal.
Kritik Sanad
Setelah diketahui para perawi hadis dari pemaparan di atas tadi, maka langkah selanjutnya adalah kritik sanad. Penulis di sini fokus meneliti pada sanad yang  rendah, yaitu sanad dari jalur periwayatan al-Dārimī. Untuk mengetahui identitas dan kredibilitas setiap perawi dalam kritik sanad ini, penulis merujuk ke dua buah kitab Rijāl al-Hadīts yaitu kitab Tahdzīb al-Tahdzīb dan Taqrīb al-Tahdzīb yang keduanya ditulis oleh ibn Hajar al-‘Asqalānī.
Rentetan sanad yang penulis telaah adalah sanad dari al-Dārimī, yaitu al-Dārimī, Muhammad bi Ahmad, Sufyan, Abū Zinad, al-A’raj, dan Abū Hurairah, dari Rasulullah saw. yang akan dirincikan sebagai berikut:
1.      al-Dārimī (181-255 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullāh ibn ‘Abd al-Rahmān ibn Fadhl ibn Bahrām ibn ‘Abd al-Shamad al-Tamīmī al-Dārimī. Kunyahnya adalah Abū Muhammad, dan gelarnya adalah al-Samarqandī al-Hāfizh. Ia adalah pengarang Musnad yang disebut musnad Ahmad ibn Hanbal. Ia berasal dari golongan Bani Dārim ibn Mālik ibn Hanzhalah.  Ia termasuk dalam thabaqah ke-11, orang-orang (awsāth / menengah) yang mengambil riwayat daritābi’ al-atbā’. Ia lahir pada tahun 181 H dan wafat pada tahun 255 H. Ia dinilai tsiqah oleh Ibn hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti Muhammad ibn Ahmad ibn Abū Khalaf, Muhammad ibn Ishaq al-Musaibī, Muhammad ibn Bakr al-Bursanī, Muhammad ibn Hatim al-Mu’addab, dan Muhammad ibn Salam al-Baikandi. Murid-muridnya diantaranya adalah Imām Muslim, Abū Dāwud, al-Turmudzī, Ibrāhīm ibn Abū Thālib al-Naisaburī, dan Ahmad ibn Muhammad ibn al-Fadhl al-Sijistānī.
.      Muhammad ibn Ahmad (170-237 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Abū Khalaf. Kunyahnya  adalah Abū Abdillāh. Gelarnya al-Baghdādī al-Qathi’ī, ia seorang Imām Masjid Abū Mu’ammar al-Qathi’i (nama masjid). Ia termasuk dalam thabaqah yang ke-10, para senior yang mengambil riwayat dari  tābi’ al-atbā’. Ia lahir pada tahun 170 H dan wafat pada tahun 237 H. Ia dinilai tsiqah oleh Ibn hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti Sufyan ibn ‘Uyainah, Abū Khālid Sulaimān ibn Hayyān al-Ahmar, ‘Abd al-Rahmān ibn Muhammad al-Mahāribi, ‘Umar ibn Yunus al-Yamāmī, dan Muhammad ibn Sābig al-Baghdādī. Murid-muridnya adalah ‘Abd Allāh ibn ‘Abd al-Rahmān al-Dārimī, Abdullāh ibn Muhammad ibn Najiyah, Imran ibn Musa ibn Majāsyi’ al-Sakhtiyani, Muhmmad ibn Ishaq al-Tsaqafi al-Siraj, dan Muhammad ibn Abdillah ibn Sulaimān al-Hadhrami ‘Abd Allāh ibn Ahmad ibn Hanbal.
.      Sufyan (107-198 H)
Nama lengkapnya adalah Sufyan ibn Uyainah ibn Abū ‘Imran. Kunyahnya adalah Abū Muhammad. Gelarnya al-Kūfī, al-Makī, ia seorang budak Muhammad ibn Mahāzim (saudara Dhahak ibn Mahāzim). Ia termasuk dalam thabaqah ke-8, orang-orang menengah yang mengambil riwayat dari atbā’ tābi’īn. Ia lahir pada tahun 107 H dan wafat pada tahun 198 H. Ia dinilai tsiqah menurut al-Dzahabi dan Ibn Hajar. Guru-gurunya adalah Abū Zinād, Abdullāh ibn Syabramah, Abdullāh ibn Thāus, Abdullāh ibn ‘Abd al-Rahmān ibn Abū Husain. Adapun muridny dianatranya adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Abū Khalaf al-Baghdādī, Muhammad ibn Ideris al-Syāfi’ī, Muhammad ibn Ja’far al-Warkani, Muhammad ibn Hatim ibn Maimun, dan Abū Mu’wiyah Muhammad bn Khāzim al-Dharīr
 Abi Zinād (w. 130 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullāh ibn Dzakwān al-Qurasyi. Kunyahnya adalah Abū Abdirrahmān, dan gelarnya adalah al-Madanī, ia lebih dikenal dengan sebutan Abū Zinād. Ia seorang budak Ramlah binti Syaibah ibn RAbū’ah. Ada yang mengatakan ia adalah budak keluarga Utsman, ada juga yang mengatakan ia adalah budak ‘Āisyah bint ‘Utsman. Dan dikatakan  ayahnya adalah saudara Abū Lu’luah (pembunuh Umar ibn Khattab). Ia termasuk dalam thabaqah ke-5, ia seorang tabi’īn junior. Ia wafat pada tahun 130 H pada bulan Ramadhan pada usia 66 tahun. Mengenai kelahirannya, penulis belum mendapatkan informasinya. Ia dinilaitsiqah oleh Ibn hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti ‘Abd al-Rahmān ibn Hurmuz al-A’raj, ‘Abd Allāh ibn ‘Abd Allāh ibn ‘Utbah, Ubaid ibn Hunain, ‘Urwah ibn Zubair, dan Ali ibn al-Husain ibn Ali ibn Abū Thālib. Adapun murid-muridnya, diantaranya adalah Sufyan ibn ‘Uyainah, Sulaimān al-A’masy, Suaimān al-syaibani, Syu’aib ibn Abū Hamzah, dan Shālih ibn Kaisān.
   al-A’raj (w. 117 H di Iskandariyah)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Rahmān ibn Hurmuz al-A’raj. Kunyah nya adalah Abū Dawud. Gelarnya al-Madanī. Ia seorang budak Rabī’ah ibn al-Harits ibn Abdul Muthallib, dikatakan juga bahwa ia budaknya Muhammad ibn Rabī’ah. Ia wafat pada tahun 117 H. Mengenai kelahirannya, penulis belum mendapatkan informasinya. Ia dinilai tsiqah oleh Ibn Hajar sedangkan al-Dzahabī tidak memberikan tidak menyebutkan apa-apa. Ia termasuk thabaqah ke-3 (tabi’in menengah). Guru-gurunya adalah Abū Sa’īd al-Khudri, Abū Salamah ibn ‘Abd al-Rahmān ibn ‘Auf, Abū ‘Ubaidah ibn ‘Abd Allāh ibn Zum’ah ibn al-Aswad, Abū Hurairah, dan Dhibā’ah binti Zubair. Adapun murid-muridnya diantaranya Abū Zinād (Abdullah ibn Dzakwan), ‘Abd Allāh ibn Sa’īd ibn Abū Hind, ‘Abd Allāh ibn I‘yāsy ibn ‘Abbās al-Qutbānī, ‘Abd Allāh ibn Fadhl al-Hāsyimi dan ‘Abd Allāh ibn Lahi’ah.
Abū Hurairah (w. 57 H)
Nama lengkapnya ini ada berbagai pendapat, diantaranya Abdullāh ibn Shakhar, ‘Abd Allāh ibn ‘A’idz, Ibn ‘Amir, dan lain-lain. Kunyahnya adalah Abū hurairah, dan gelarnya adalah al-Yamani. Ia termasuk dalamthabaqah ke-1, yaitu sahabat Nabi saw. Ia wafat pada tahun 57 H. Mengenai kelahirannya, penulis belum mendapatkan informasinya. Ia dinilai tsiqah oleh Ibn hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti Rasulullah saw., Ubay ibn Ka’ab, Usāmah ibn Zayd ibn Haritsah, Bashroh ibn Abū Bashroh al-Gaffāri, dan ‘Umar ibn al-Khaththāb. Murid-muridnya adalah ‘Abd al-Rahmān ibn Hurmuz al-A’raj, ‘Abd al-Rahmān ibn Ya’qub (budak si al-Haraqah), Abdul Azīz ibn Marwān ibn al-Hikam (ayah Umar ibn Abdul Azīz), Abdul Mālik ibn Abū Bakar ibn ‘Abd al-Rahmān ibn al-Harits ibn Hisyām, dan Abdul Mālik ibn Yasar (budaknya Maimunah istri nabi saw.
Dari pemaparan diatas dapatlah disimpulkan bahwa sanad hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-dārimī ini adalah muttashil mulai dari sanad awal (Nabi) sampai sanad terakhir/mukharrij yang dalam hal ini adalah al-Dārimī. Ketersambungan sanad ini dapat dilihat dari adanya hubungan murid dan guru antara seorang perawi dengan perawi sebelum ataupun sesudahnya. Di samping itu juga karena hidup semasa atau kesesuaian thabaqah di antara para perawi walaupun ada yang agak jauh, namun bisa diketahui keabsahannya lewat tahun lahir dan wafat perawi yang bersangkutan. Seperti antara Abū Zinād thabaqat 5 dan Sufyān thabaqah 8. Dari tahun lahir dan wafatnya bisa dibenarkan pertemuan mereka. Kemudian jika dilihat metode periwayatan yang digunakan setiap perawi dalam sanad al-Dārimī ini ada tiga ungkapan, yaitu akhbaranā, h*addatsanā, dan 'an. Perbedaan ungkapan ini menunjukkan adanya perbedaan metode periwayatan hadis yang dipakai setiap perawi. Dalam sanad al-Dārimī ini memang ada ditemukan ungkapan ‘an, bahkan terjadi di sanad-sanad awal, yaitu dari Abū Hurairah, al-‘A’raj, dan Abū Zinād. Hal ini ada kemungkinan terjadi keterputusan sanad. Tetapi kemungkinan itu tetutupi karena adanya pertemuan antara perawi-perawi tersebut yang dilihat dari tahun lahir dan wafatnya perawi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sanad dari jalur al-Dārimī ini berstatus muttashil dan tidak ada keterputusan. Bahkan bisa disebut sebagai hadis musnad karena selain muttashil, ia juga marfu’ (disandarkan kepada Nabi).
Analisis Lafal Matn yang Semakna
Ada enam redaksi hadis yang penulis muat dalam hadis keutamaan penggunaan siwak, yang berbunyi, dari keenamnya hanya satu yang tidak menjelaskan pemakaian waktu penggunaan siwak, dalam riwayat Bukhari tidak ada penambahan kalimat, sedangkan dalam periwayatan Muslim ada penggantian kata, menjadi, namun begitu semuanya tetap memiliki makna yang sama dan berkaitan, hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, al-Turmuzi, Abu Dawud, dan Ibn Majah dengan redaksi yang sama.
Ahli bahasa mengatakan bahwa istilah siwak digunakan untuk kata kerja dan juga kata benda yang berposisi sebagai mudzakkar.   Al-Layts berkata, Terkadang orang Arab juga me-muannats-kannya.  Al-Azharipun mengomentari perkataan al-Layts, Ini termasuk di antara kekeliruannya.”   Penulis kitab al- Muẖkam mengatakan bahwa kata siwak bisa sebagai mudzakkar dan juga bisa sebagai mu’annats. Sedangkan bentuk jama῾ dari siwak adalah siwāk atau su’uk (dengan hamzah), sebagaimana halnya kutub yang merupakan jama’ dari kitāb.

Kontekstualisasi Siwak pada Zaman Sekarang

1.   Bersiwak Ditinjau Dari Segi Iptek
Islam sangat memperhatikan kebersihan badan, pakaian, dan tempat (lingkungan).   Karena itu, untuk melaksanakan shalat lima waktu, Islam mensyari‟atkan wudhu  dan  mensunnahkan  bersiwak  (menyikat  gigi)  sebelum berwudhu, juga setiap bangun tidur dan setelah makan, apalagi ketika akan membaca Alquran. Nabi saw. menekankan pelaksanaannya mengingat banyaknya faedah dan keagungan membersihkan gigi.
Benda yang disunnahkan yang dapat menyucikan mulut dan membersihkan gigi misalnya sikat gigi dan kayu Arak yang suka dipakai oleh Nabi saw.  Kayu Arak ini tentu lebih baik daripada benda yang lain, seperti sikat gigi, pasta gigi, obat kumur dan lain sebagainya yang memang memiliki khasiat dalam masalah mulut,  gigi  dan  gusi.    Sekalipun  dalam  eranya  siwak tidak  lagi  lazim dalam pemakaiannya tetapi khasiat yang ditimbulkan dari siwak sangat banyak dan hampir bisa mengalahkan semua alat yang diciptakan di zaman sekarang dalam hal kebersihan dan kesehatan mulut.  Disebutkan keistemewaannya, di antaranya ialah dapat menguatkan gusi dan gigi, bahkan dapat menjaga lidah dari berbagai penyakit yang selalu dapat mengancamnya.   Profesor Raudat, Direktur lembaga Ilmu Bakteri dan Penyakit di perguruan tinggi Rousteok di Jerman (Al Mania Democratic),  menerangkan  bahwa  alat  siwak  yang  dipergunakan  orang-orang Arab sejak ratusan tahun silam, termasuk alat yang bermutu tinggi karena mengandung faktor yang sangat efektif yang sanggup melebihi keunggulan dan
kemampuan penisilin dalam membunuh mikrobe (bakteri).
Siwak berasal dari tumbuhan yang oleh orang Arab dikenal dengan nama Salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di berbagai kawasan sekitar Makkah, Madinah, Yaman dan juga Afrika. Pohon Arak termasuk pohon pendek yang diameter batangnya tidak lebih dari satu kaki, bentuk dahannya melingkar-lingkar, dedaunannya berkilau, warnanya coklat bercahaya.  Bagian yang digunakan untuk siwak adalah inti akarnya. Cara penggunaannya adalah dengan dikeringkan kemudian disimpan di tempat yang kering dan tidak lembap.  Sebelum digunakan, bagian ujung akar tersebut terlebih dahulu ditumbuk dan dihaluskan dengan alat tajam, baru kemudian digunakan untuk bersiwak. Jika ujung yang digunakan sudah lembek dan rontok, ujung tersebut dipotong sehingga ujung yang baru yang akan digunakan, begitu seterusnya.
Setelah melalui analisis kimiawi, pohon arak ini mengandung unsur-unsur, seperti:
1.      Alkaloid (yang diduga sebagai salvadorin).

2.   Trimetilamin yang berfungsi dapat menurunkan derajat keasaman (pH) pada mulut, yang merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan bakteri sehingga pertumbuhan bakteri menjadi rendah.
3.   Klorida, flourida, dan silika dengan kadar yang cukup tinggi yang berfungsi menjadikan gigi semakin putih.
4.   Sulfur berfungsi menghentikan pertumbuhan bakteri di dalam mulut.

5.   Vitamin   C   berfungsi   memperkuat   pembuluh-pembuluh   kapiler   yang menyuplai  gusi  sehingga  jumlah  darah  yang  disuplai  ke  gusi  mencukupi. Selain itu, vitamin C juga memiliki fungsi mencegah peradangan pada gusi.
6.   Sedikit zat saponin, tanin, dan flavanoid; dan
               7.   Kadar sterol yang cukup tinggi.[6]
  Mulut sesuai dengan fungsinya sebagai tempat masuknya makanan dan minuman serta posisinya yang berhubungan langsung dengan dunia luar, menjadikannya  sebagai  lahan  kondusif  bagi  banyak  bakteri.    Bakteri  tersebut biasa disebut dengan bakteri mulut.   Bakteri-bakteri tersebut tidak bereaksi di dalam tubuh orang sehat dan hidup damai dengannya, namun akan berubah menjadi penyakit jika berada di dalam mulut dan di sela-sela gigi yang terdapat sisa-sisa makanan dan minuman.
Bakteri tersebut bekerja mengurai dan melakukan fermentasi sisa-sisa makanan  dan  minuman  sehingga  dapat  menimbulkan  bau  tidak  sedap  dan penyakit.   Bakteri-bakteri tersebut juga menimbulkan pengeroposan gigi atau penumpukan  zat  garam  disekitar  gigi  yang  selanjutnya  menimbulkan  kerak kuning pada gigi atau peradangan gusi dan pyorrhea (beser nanah pada gusi atau selaput tulang gigi).  Di samping itu,  bakteri-bakteri tersebut juga bisa berpindah ke dalam tubuh dan menimbulkan berbagai peradangan, seperti gastritis (peradangan pada bronkus), sinusitis (peradangan pada sinus), atau bronkitis (peradangan pada bronkus).   Bakteri-bakteri tersebut bisa menyebabkan munculnya abscess (kumpulan nanah setempat  yang terkubur dalam jaringan) pada  bagian-bagian  tubuh,  menyebabkan  keracunan  darah,  bakteremia,  dan menimbulkan berbagai penyakit demam menyeluruh.
Dalam hal ini, siwak memilik peranan penting dalam menekan atau mengurangi penyakit akibat bakteri-bakteri tersebut.   Air liur yang diam mengandung banyak zat garam yang terkonsentrasi.   Jika ada permukaan yang jauh dari gerakan-gerakan pembersihan alami, seperti gerakan lidah atau gerakan pembersih buatan seperti siwak, kandungan tersebut akan mengendap, terutama di sela-sela gusi sehingga sedikit demi sedikit membentuk lapisan kotoran gigi.
Ketika itulah bakteri-bakteri mulai bekerja, beraksi dengan sisa-sisa makanan,  terutama  yang  mengandung  gula,  membentuk  zat-zat  asam  organik yang berperan meleburkan email gigi kemudian gigi taring.  Pengeroposan gigi ini akan terus meluas jika seseorang lengah dalam memperhatikan kebersihan mulut dan giginya.
Berbagai penelitian laboratorium modern menegaskan bahwa siwak yang terbuat dari pohon Arak mengandung tanin yang merupakan antiseptik, membersihkan dan menahan pendarahan gusi serta memperkuatnya.  Kayu siwak juga mengandung bahan semacam lada, yaitu sinnigrin yang memiliki bau menyengat dan rasa pedas, sehingga bisa membantu membunuh bakteri.
Analisis mikroskop terhadap potongan-potongan kayu siwak juga menegaskan   ditemukannya   kandungan   silika   dan   kalsium   karbonat   yang berfungsi membersihkan gigi dan menghilangkan kotoran serta tartar gigi.   .   Dr. Thariq al-Kauri menegaskan adanya kandungan klorida dan silika yang membuat gigi semaikin putih.  Kayu Arak juga memiliki kandungan bahan berbentuk getah yang melindungi email gigi dan menjaga gigi dari kerapuhan, kandungan vitamin C  dan  trimetilamin  yang  bekerja  melekatkan  luka  gusi  dan  menjadikannya tumbuh   secara   baik,   juga   kandungan   sulfur   yang   mencegah   terjadinya kerapuhan.
Penelitian terbaru membuktikan bahwa akar dan ranting Arak yang digunakan sebagai siwak ternyata mengandung unsur kimiawi yang mampu melindungi gigi dari kerusakan akibat kotoran dan kuman, serta melindunginya dari radang gusi.  Selain itu, akar dan ranting Arak memiliki unsur kimiawi lain seperti  minyak  lada  yang  terasa  manis  dan  memiliki  aroma  yang  menyengat karena sifatnya yang panas, akar dan ranting Arak mampu mengusir kuman yang bersarang di mulut.
Beberapa unsur lain seperti aroma wangi yang dikandungnya, rasa gula yang bergetah, mineral, beragam serat tumbuhan yang mengandung karbon sodium, ternyata berfungsi sebagai pasta pelindung gigi.   Fakta-fakta ilmiah tersebut belum ditemukan atau dibuktikan di masa-masa kenabian atau bahkan beberapa abad berikutnya.  Karenanya, anjuran Nabi saw. untuk bersiwak setiap kali mengandung mukjizat ilmiah, ajaran tentang etika, serta konsep kesehatan mulut, gigi, gusi dari kotoran, kuman, bakteri dan sisa-sisa makanan yang menempel di gigi dan rongga mulut  jika mulut dan gigi dibiarkan dalam kedaan kotor, tentu orang tersebut akan rentan terserang penyakit mulut dan gigi, dan ia pun akan dijauhi orang lain karena bau mulutnya yang tak sedap.
Hal lain yang sangat mencengangkan selain anjuran Nabi saw. untuk bersiwak adalah bahwa beliau memilih ranting atau akar pohon Arak sebagai alat siwak favorit, sementara pada saat itu tidak ada seorangpun yang mengetahui zat- zat dan senyawa yang terkandung pada ranting atau akar pohon Arak. Semua itu menunjukkan betapa Nabi saw. adalah benar-benar utusan Allah swt. yang setiap saat terhubung kepada Allah swt. dan mendapatkan bimbingan oleh wahyu.
  Dialetika ilmiah yang terkandung dalam beberapa hadis Nabi saw. dan ayat-ayat Alquran sangat cocok untuk dijadikan sarana dakwah di zaman modern seperti sekarang yang diwarnai kemajuan dalam bidang sains dan teknologi.  Cara ini niscaya dapat menggugah kalangan kaum muslimin untuk semakin mempercayai kebenaran risalah Islam dan mengajak kalangan non muslim untuk mendalami ajaran Islam dan kemudian memeluknya.
Dari uraian tersebut sangat jelas bahwa siwak memiliki banyak manfaat dari segi kesehatan mulut, melebihi alat-alat dan obat-obatan pembersih mulut dan gigi  buatan  sekarang.    Orang  yang  pertama  memperkenalkan  manfaat  siwak adalah Nabi saw., beliau yang hidup pada abad ke-7 Masehi, namun memilik akal pikiran dan mentalis abad 21.
Penutup 


[1] Faizin, Pemahaman Hadits Sains: Menguji Validitas Hadits Dengan Kebenaran Ilmiah, h. 5
[2] Shaleh Ahmad Ridha, al-I’jaz al-‘Ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyah, (Riyadh: Maktabah al-‘Ubaukan, 1421 H/ 2001 M), Cet. I


[4] M. Syuhudi Ismail, Metodelogi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2007) h. 41
[5]
[6] Ahsin  Sakho  Muammad,  Ensiklopedi  Kemukjizatan  Ilmiah  Dalam  Alquran  dan
Sunnah, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2009), h. 68

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Logo uin raden fatah palembang full hd (uin bika)

Ini dia logo UIN Raden Fatah palembamg terbaik dan terkeren Logo UIN Raden Fatah Palembang DOWNLOD DISIN

Pengantar tes inventori

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inventori (inventaris, inventarisasi) adalah satu alat untuk menaksir dan menilai ada atau tidak adanya tingkah laku, minat, sikap tertentu dan sebagainya. Biasanya inventaris ini berbentuk daftar pertanyaan yang harus dijawab. Di tinjau dari segi diungkapkannya data, maka sifat dari tekhnik ini adalah approach self report, sebab individu dengan inventoris itu dapat menyatakan segala aspek-asek kepribadian penyesuaiannya secara bebas. Adapun bentuk dari inventoris itu dapat berupa questionaire (angket), chek-list atau rating scale. Dengan alat-alat ini di harapkan individu dapat menunjukkan bagaimana biasanya ia merasa, bagaimana ia bersikap, berbuat dan mengerjakan sesuatu. Berdasarkan tujuan-tujuan itu maka kita mengenal adanya berbagai jenis inventori seperti: personality inventories, interest inventories, dan attitude inventories. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu inventori ? 2. Apa kelemahan dan keunggulan tes inventori ? 3. Ba

fungsi desain pelatihan

DESAIN PELATIHAN A.     Fungsi Desain Pelatihan             Pelatihan merupakan salah satu aktivitas penting untuk pengembangan sumber daya manusia sebuah organisasi (Holton et al 2000). Namun, permasalahannya adalah banyak program pelatihan yang tidak efektif sehingga tidak mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja sektor kesehatan. Program pelatihan bagi sebuah organisasi merupakan investasi jangka panjang terhadap sumberdaya manusia yang dimilikinya. Efek yang dihasilkan dari pelatihan tidak langsung dapat dirasakan hasilnya bagi organisasi, karena pelatihan yang diperoleh oleh individu membutuhkan waktu untuk direalisasikan dalam pekerjaan sehari-hari.             Realisasi hasil pelatihan tersebut ke dalam pekerjaan sehari hari disebut dengan transfer pelatihan. Artinya, individu yang telah mengikuti pelatihan dianggap paham, ingat, dan mampu melaksanakan berbagai materi pelatihan yang telah diperolehnya. Apabila individu di dalam organisasi me