Pemahaman Hadis Dari Segi Sains
Analisis Hadis Anjuran Bersiwak
(menggosok gigi)
A. Pendahuluan
Pemahaman hadis menjadi bagian penting yang
tidak dapat dipisahkan dari proses penggalian makna dan kandungannya. Dalam
merespon kompleksitas permasalahan kehidupan manusia dari waktu ke waktu,
pemahaman hadis dan tradisi kenabian terus mengalami perkembangan. Berbagai hasil
penafsiran dengan corak yang berbeda, hadir seiring munculnya
permasalahan-permasalahan baru dan menuntut pemahaman yang lebih kontekstual
yang relevan dengan zamannya. pemahaman rasional-ilmiah (sains) menjadi salah
satu identitas ditunjukkan oleh sebagian studi hadis pada abad ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
memberi pengaruh yang berarti bagi penafsiran teks-teks keagamaan. Ayat-ayat
al-Quran dan hadis yang menyinggung fenomena alam dan kehidupan manusia lebih
menarik apabila
diterangkan dengan menggunakan fakta ilmiah hasil penelitian para ilmuan. Upaya
ini kemudian dilegitimasi oleh adanya i’jaz al-‘ilmi dari berbagai ayat
al-Quran dan sunnah yang merepresentasikan isyarat-isyarat ilmiah tersebut.[1]
Dinamika studi hadis kontemporer juga diwarnai
dengan kecenderungan senada. Para ahli hadits mengambil peranan untuk
mengungkap kemukjizatan ilmiah yang terdapat dalam berbagai literatur hadis.
Nama Shaleh Ahmad Ridha, pakar hadits dan ilmu hadits pada Universitas
al-Syariqah, mengemuka dengan karyanya al-I’jaz al-‘Ilmi fi al-Sunnah
al-Nabawiyah.[2] Ia
menyebutkan bahwa karya ini merupakan hasil dari telaah terhadap hadits nabi
yang ia pandang memiliki relevansi ilmiah untuk kemudian dijelaskan dari sisi
kemukjizatan sunnah dengan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti
kedoketeran, geologi, astronomi, dan lain-lain.[3]
Ia
menjelaskan kemukjizatan ilmiah dalam hadis, terlebih dahulu berangkat dari
hadis kemudian menjadikan fakta ilmiah sebagai data untuk memperkuat keterangan
hadis. Ia juga menggaris bawahi bahwa hadis yang ia
kutip adalah hadis-hadis yang berstatus maqbul menurut penilaian ahli hadis, baik li
zatihi maupun lighairihi.
Adapun dalam makalah ini penulis
akan sedikit memaparkan dan menjelaskan hadis anjuran bersiwak dan hubungannya
dengan konteks kekinian dan sedikit menjelaskan fakta ilmiahnya dari hadis
anjauran bersiwak tersebut. Dalam kaitannya dengan siwak, pada zaman dulu, Nabi
Saw ingin mengajarkan kepada para sahabat supaya memperhatikan anggota-anggota
tubuh, termasuk gigi. Karena Rasulullah sangat mengerti arti kebersihan,
disamping ganjaran dan keutamaan yang diperoleh bagi orang yang selalu menjaga
kebersihan. Salah satu alat yang digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut
adalah kayu siwak, yang setelah diteliti banyak mengandung zat-zat pembersih
untuk gigi dan mulut. Jika pada zaman dahulu media yang dipakai adalah siwak,
lalu bagaimana dengan zaman sekarang yang sudah bersifat modern dan media
pembersih gigi yang dipakai tidak hanya siwak, tetapi bisa memakai sikat dan
pasta gigi. Apakah pemakaian siwak masih relevan untuk masa sekarang dan
mengapa siwak dipilih sebagai media untuk membersihkan gigi dan mulut.
Begitu banyak
hadis yang berbicara tentang keutamaan bersiwak itu sendiri. Dalam sebuah hadis
dinyatakan kesunnahan bersiwak ini, seperti yang terdapat dalam kutubu
at-tis’ah, salah satunya adalah:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ
لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ. (رواه الترمذي).
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a
bersabda Rasulullah Saw : “Sekiranya tidak menyusahkan umatku,
niscaya akan aku suruh mereka untuk bersiwak pada setiap (akan) shalat.” (HR.
Tirmidzi)
B. Analisis Hadis
1. Takrij Hadis
Takrij hadis adalah langkah awal dalam melakukan
penelitian hadis. Dalam bukunya Metodologi Penelitian Hadis Nabi, M.
Syuhudi Ismail adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab
sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu
dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis
yang bersangkutan.[4]
Hadis yang
penulis takrij disini yaitu hadis tentang anjuran bersiwak sebelum shalat yang
berbunyi:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ
لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Langkah pertama yang dilakukan untuk menemukan hadis di atas adalah
melakukan takrij hadis dengan metode al-bahts al-sharfi dengan kata
kunci al-siwaak. Hasil dari takrij hadis tersebut adalah sebagai berikut:[5]
No
|
Sumber
|
Kitab
|
Bab
|
No. Hadits
|
1.
|
Shahih Bukhari
|
التمني
|
ما يجوز من
اللو
|
6699
|
2.
|
Shahih Muslim
|
الطهارة
|
السواك
|
370
|
3.
|
Sunan al-Tirmidzi
|
الطهارة عن
رسول الله
|
ما جاء في
السواك
|
22
|
4.
|
Sunan al-Nasai
|
الطهارة
|
الرخصة في
السواك للصائم
|
7
|
5.
|
Sunan Abu Daud
|
الطهارة
|
السواك
|
42
|
6.
|
Sunan Ibn Majah
|
الطهارة و
سننها
|
السواك
|
283
|
7.
|
Musnad Ahmad
|
باقي مسند
المكثرون
|
مسند أبو
هريرة
|
7037,
7105, 7516
|
الباقي
المسند السابق
|
8814, 8827, 9181, 9220, 9548, 10209, 10278, 10448
|
|||
8.
|
Muwaththa’ Malik
|
الطهارة
|
ما جاء في
السواك
|
132, 133
|
9.
|
Sunan al-Darimi
|
الطهارة
|
السواك
|
680
|
Dalam
melakukan takrij hadis ini, penulis melacaknya dengan menggunakan Kutub
at-Tis’ah atau Kitab 9 Imam Digital yang disusun oleh I.A.S Husainiyah
Islamic Collage Bandung. Penulis melacak kata “siwak” dan menemukan
hadis-hadis yang sesuai dengan hadis di atas, yaitu hadis yang menyatakan
anjuran bersiwak sebelum shalat, walaupun ada beberapa redaksi lafal yang
berbeda, bahkan bertambah, ataupun berkurang, untuk lebih jelasnya berikut ini
akan dikutip hadis-hadis tersebut.
1.
Imām Bukhari mengeluarkannya
dalam al-Jami’ al-Shahih al-Musnad min Hadits Rasul saw. wa Sunanih wa
Ayyamih atau yang biasa disebut sebagai (Shahīh al-Bukhari), bersumber
dari sahabat Abū Hurairah, pada kitāb al-Jum’ah, bab al-Siwak
Yaum al-Jum’ah, dengan lafal sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ بْن يُوْسُف قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٍ عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ
أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مع كُلِّ صَلاَةٍ
Al-Bukhari
juga mengeluarkannya pada kitāb al-Shwm bāb Siwāk al-rathb wa al-yābis
li al-Shā’im bersumber dari Abū Hurairah, dengan lafadz sebagai
berikut:
وقَالَ
أَبُوْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ (لَوْلاَ
أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وضوءٍ).
2. Imam Muslim mengeluarkannya dalam Shahih Muslim, bersumber
dari sahabat Abu Hurairah, pada kitab al-Taharah, bab
al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَوا
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ -
وَفِى حَدِيثِ زُهَيْرٍ عَلَى أُمَّتِى - لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ
صَلاَةٍ
3.
Imam Abu Daud
mengeluarkannya dalam Sunan Abu Dawud, bersumber dari sahabat
Zayd ibn Khalid al-Juhani, pada kitab al-Taharah, bab
al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
Riwayat pertama:
حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِىِّ عَنْ أَبِى
سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِىِّ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى
أُمَّتِى لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Riwayat
kedua:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ لأَمَرْتُهُمْ بِتَأْخِيرِ
الْعِشَاءِ وَبِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
4.
Imam al-Turmudzi mengeluarkannya
dalam Sunan al-Turmudzi, bersumber dari sahabat Abū Hurairah,
pada kitab al-Taharah, bab Ma Ja’a fī al-Siwak, dengan lafadz sebagai
berikut:
Riwayat pertama:
حَدَّثَنَا أَبُوْ كُرَيْبٍ
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَان عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ عَمْرو عَنْ أَبِيْ
سَلَمَةَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ
بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Riwayat kedua:
حَدَّثَنَا هناد حَدَّثَنَا
عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانُ عَنْ مُحَمَّدٍ بنِ اسْحَقٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ عَنْ زَيْدٍ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيْ قَالَ :
سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ لَوْلاَ أَنْ
أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
وَلَأَخرْت صَلاَة الْعِشَاءِ اِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ
5. Imām
al-Nasa’i mengeluarkannya dalam Sunan al-Nasa’i, bersumber
dari sahabat Abū Hurairah, pada kitab al-Taharah, bab
al-Rukhshah fī al-Siwak bi al-‘Asyiy li al-Sha’im, dengan lafadz sebagai
berikut:
أَخْبَرَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَج
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
عِنْد كُلِّ صَلاَةٍ
6. Imam Ibn Majah mengeluarkannya dalam Sunan Ibn Majah, bersumber
dari sahabat Abū Hurairah, pada kitab al-Taharah wa Sunanihā, bab
al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
أَبُوْ بَكْرٍ بْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ . حَدَّثَنَا أَبُوْ أُسَامَةَ وَعَبْدُ اللهِ
بن نُمَيْرٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ أَبِيْ سَعِيْدٍ
الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : - قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَوْلاَ
أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
7. Imam Ahmad ibn Hanbal mengeluarkannya dalam Musnad Ahmad ibn
Hanbal bersumber dari sahabat Abu Hurairah, dengan lafadz sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ حَدَّثَنِيْ عُقْبَةُ بْنُ مكرم الْكُوْفِيْ ثَنَا يُوْنُسُ بْنُ
بكير ثَنَا مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاق عَنْ سعيد بن أَبِيْ سَعِيْدٍ الْمَقْبُرِيِّ
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وعَنْ عُبَيْدِ اللهِ بن أَبِيْ رافع عَنْ أَبِيْه عَنْ
عَلَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
8. Imam al-Darimi mengeluarkannya dalam kitab Sunan
al-Darimi, bersumber dari sahabat Abū Hurairah, padakitab
al-Taharah, bab Ma Ja’a fī al-Siwak, dengan lafadz sebagai
berikut:
أَخْبَرَنَا
محمد بن أحمد ثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ :
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ به عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
قَالَ أَبُوْ محمد يعني السواك
9. Imam
Malik mengeluarkannya dalam kitab Muwaththa’, bersumber dari
sahabat Abu Hurairah, pada kitab al-Taharah, bab Ma Jā’a fī
al-Siwak, dengan lafadz sebagai berikut:
وحَدَّثَنِيْ
عَنْ مَالِك عَنْ أَبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلاَ أَنْ
أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
I’tibār al-Sanad
Setelah melakukan takhrīj hadis, Hadis-hadis di atas
bersumber dari tiga orang sahabat, yaitu Abū Hurairah, Zayd ibn Khalid
al-Juhani, dan dari Ali ibn Abū Thālib dengan 16 jalur periwayatan yang
dirincikan sebagai berikut:
a. Dalam sanad al-Bukhārī ada dua riwayat, riwayat
pertama terdapat 6 orang perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Mālik (perawi IV)
5. Abdullāh ibn Yūsuf (perawi V)
6. al-Bukhārī (perawi VI)
Riwayat kedua terdapat 2 perawi, yaitu:
1. Abu Hurairah (perawi I)
2. al-Bukhārī (perawi II)
b. Dalam sanad Muslim terdapat 6 orang
perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Sufyān (perawi IV)
5. Qutaibah ibn Sa’īd, ‘Amr al-Nāqid, dan Zuhair
ibn Harb (perawi V)
6. Muslim (perawi VI)
c. Dalam sanad Abū Dāwud ada dua
riwayat, riwayat pertama terdapat 7 orang perawi, yaitu:
1. Zayd ibn Khālid al-Juhanī (perawi I)
2. Abū Salamah ibn ‘Abd al-Rahmān (perawi II)
3. Muhammad ibn Ibrāhīm al-Taymī (perawi III)
4. Muhammad ibn Ishāq (perawi IV)
5. ‘Isā ibn Yūnus (perawi V)
6. Ibrāhīm ibn Mūsā (perawi VI)
7. Abū Dāwud (perawi VII)
Riwayat kedua terdapat 7 perawi juga, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Sufyān (perawi IV)
5. Qutaibah ibn Sa’īd (perawi V)
6. Abū Dāwud (perawi VI)
d. Dalam sanad al-Turmudzī ada dua
riwayat, riwayat pertama terdapat 6 orang perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. Abū Salamah (perawi II)
3. Muhammad ibn ‘Amr (perawi III)
4. ‘Abdah ibn Sulaimān (perawi IV)
5. Abū Kuraib (perawi V)
6. al-Turmudzī (perawi VI)
Riwayat kedua terdapat 7 orang perawi, yaitu:
1. Zayd ibn Khālid al-Juhanī (perawi I)
2. Abū Salamah (perawi II)
3. Muhammad ibn Ibrāhīm (perawi III)
4. Muhammad ibn Ishāq (perawi IV)
5. ‘Abdah ibn Sulaimān (perawi V)
6. Hanād (perawi VI)
7. al-Turmudzī (perawi VII)
e. Dalam sanad al-Nasā’ī ada dua
riwayat, riwayat pertama terdapat 6 orang perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Mālik (perawi IV)
5. Qutaibah ibn Sa’īd (perawi V)
6. al-Nasā’ī (perawi VI)
Riwayat kedua terdapat 6 orang perawi juga, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Sufyān (perawi IV)
5. Muhammad ibn Manshūr (perawi V)
6. al-Nasā’ī (perawi VI)
f. Dalam sanad Ibn Mājah terdapat 6
orang perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. Sa’īd ibn Sa’īd al-Maqburī (perawi II)
3. ‘Ubayd Allah ibn ‘Umar (perawi III)
4. Abū Usāmah dan ‘Abd Allāh ibn Numayr (perawi IV)
5. Abū Bakr ibn Abū Syaibah (perawi V)
6. Ibn Mājah (perawi VI)
g. Dalam sanad Ahmad ibn Hanbal ada
dua riwayat, riwayat pertama terdapat 9 orang perawi, yaitu:
1. ‘Alī ibn Abū Thālib (perawi I)
2. Abū Rāfi’ (perawi II)
3. ‘Ubayd Allāh ibn Abū Rāfi’ (perawi III)
4. Abū Hurairah (perawi IV)
5. Sa’īd ibn Sa’īd al-Maqburī (perawi V)
6. Muhammad ibn Ishāq (perawi VI)
7. Yūnus ibn Bukair (perawi VII)
8. ‘Uqbah ibn Mukrim (perawi VIII)
9. Ahmad ibn Hanbal (perawi IX)
Riwayat kedua terdapat 5 perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Sufyān (perawi IV)
5. Ahmad ibn Hanbal (perawi V)
h. Dalam sanad al-Dārimī ada dua riwayat, riwayat pertama
terdapat 6 orang perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Sufyān (perawi IV)
5. Muhammad ibn Ahmad (perawi V)
6. al-Dārimī (perawi VI)
Riwayat kedua terdapat 8 perawi, yait:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. ‘Athā’ (perawi II)
3. Sa’īd ibn Sa’īd al-Maqburī (perawi III)
4. Ibn Ishāq (perawi IV)
5. Ibrāhīm (perawi V)
6. Ya’qūb ibn Ibrāhīm (perawi VI)
7. Muhammad ibn Yahyā (perawi VII)
8. al-Dārimī (perawi VI)
i. Dalam sanad Imām Mālik ada dua riwayat, riwayat pertama
terdapat 4 orang perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. al-‘A’raj (perawi II)
3. Abū Zinād (perawi III)
4. Mālik (perawi IV)
Riwayat kedua
terdapat 4 perawi, yaitu:
1. Abū Hurairah (perawi I)
2. Humaid ibn ‘Abd
al-Rahmān ibn ‘Auf (perawi II)
3. Ibn Syihāb (perawi III)
4. Mālik (perawi IV)
Dari sini dapat diketahui bahwa riwayat yang bersumber dari sahabat Abū
Hurairah terdapat dalam sanad al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmudzī, al-Nasā’ī,
ibn Mājah, Ahmad ibn Hanbal, al-Dārimī, dan Imām Mālik. Adapun riwayat yang bersumber dari Zayd ibn Khālid
al-Juhanī terdapat dalam sanad Abū Dāwud dan al-Turmudzī. Dan riwayat yang
bersumber dari sahabat ‘Alī ibn Abū Thālib hanya terdapat pada sanad Ahmad
ibn Hanbal.
Kritik Sanad
Setelah diketahui para perawi hadis dari pemaparan di
atas tadi, maka langkah selanjutnya adalah kritik sanad. Penulis di
sini fokus meneliti pada sanad yang rendah, yaitu sanad dari jalur
periwayatan al-Dārimī. Untuk mengetahui identitas dan kredibilitas setiap
perawi dalam kritik sanad ini, penulis merujuk ke dua
buah kitab Rijāl al-Hadīts yaitu kitab Tahdzīb
al-Tahdzīb dan Taqrīb al-Tahdzīb yang keduanya ditulis
oleh ibn Hajar al-‘Asqalānī.
Rentetan sanad yang penulis telaah adalah sanad dari al-Dārimī, yaitu
al-Dārimī, Muhammad bi Ahmad, Sufyan, Abū Zinad, al-A’raj, dan Abū Hurairah,
dari Rasulullah saw. yang akan dirincikan sebagai berikut:
1. al-Dārimī (181-255 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullāh ibn ‘Abd al-Rahmān ibn Fadhl ibn Bahrām ibn
‘Abd al-Shamad al-Tamīmī al-Dārimī. Kunyahnya adalah Abū Muhammad,
dan gelarnya adalah al-Samarqandī al-Hāfizh. Ia adalah pengarang Musnad yang disebut musnad Ahmad ibn Hanbal. Ia berasal
dari golongan Bani Dārim ibn Mālik ibn Hanzhalah. Ia termasuk
dalam thabaqah ke-11, orang-orang (awsāth /
menengah) yang mengambil riwayat daritābi’ al-atbā’. Ia lahir pada tahun
181 H dan wafat pada tahun 255 H. Ia dinilai tsiqah oleh Ibn
hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti Muhammad ibn Ahmad
ibn Abū Khalaf, Muhammad ibn Ishaq al-Musaibī, Muhammad ibn
Bakr al-Bursanī, Muhammad ibn Hatim al-Mu’addab, dan Muhammad ibn
Salam al-Baikandi. Murid-muridnya diantaranya adalah Imām Muslim, Abū Dāwud,
al-Turmudzī, Ibrāhīm ibn Abū Thālib al-Naisaburī, dan Ahmad ibn Muhammad
ibn al-Fadhl al-Sijistānī.
. Muhammad ibn Ahmad
(170-237 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Abū
Khalaf. Kunyahnya adalah Abū Abdillāh. Gelarnya
al-Baghdādī al-Qathi’ī, ia seorang Imām Masjid Abū Mu’ammar al-Qathi’i (nama
masjid). Ia termasuk dalam thabaqah yang
ke-10, para senior yang mengambil riwayat dari tābi’ al-atbā’. Ia
lahir pada tahun 170 H dan wafat pada tahun 237 H. Ia dinilai tsiqah oleh
Ibn hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti Sufyan ibn ‘Uyainah,
Abū Khālid Sulaimān ibn Hayyān al-Ahmar, ‘Abd al-Rahmān ibn Muhammad
al-Mahāribi, ‘Umar ibn Yunus al-Yamāmī, dan Muhammad ibn Sābig
al-Baghdādī. Murid-muridnya adalah ‘Abd Allāh ibn ‘Abd al-Rahmān
al-Dārimī, Abdullāh ibn Muhammad ibn Najiyah, Imran ibn Musa ibn
Majāsyi’ al-Sakhtiyani, Muhmmad ibn Ishaq al-Tsaqafi al-Siraj, dan Muhammad ibn
Abdillah ibn Sulaimān al-Hadhrami ‘Abd Allāh ibn Ahmad ibn Hanbal.
. Sufyan (107-198 H)
Nama lengkapnya adalah Sufyan ibn Uyainah ibn Abū ‘Imran. Kunyahnya
adalah Abū Muhammad. Gelarnya al-Kūfī, al-Makī, ia seorang budak
Muhammad ibn Mahāzim (saudara Dhahak ibn Mahāzim). Ia termasuk dalam thabaqah ke-8, orang-orang menengah yang
mengambil riwayat dari atbā’ tābi’īn. Ia lahir pada tahun 107
H dan wafat pada tahun 198 H. Ia dinilai tsiqah menurut al-Dzahabi dan Ibn
Hajar. Guru-gurunya adalah Abū Zinād, Abdullāh ibn Syabramah,
Abdullāh ibn Thāus, Abdullāh ibn ‘Abd al-Rahmān ibn Abū Husain. Adapun muridny
dianatranya adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Abū Khalaf al-Baghdādī,
Muhammad ibn Ideris al-Syāfi’ī, Muhammad ibn Ja’far al-Warkani,
Muhammad ibn Hatim ibn Maimun, dan Abū Mu’wiyah Muhammad bn Khāzim al-Dharīr
Abi Zinād (w.
130 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullāh ibn Dzakwān al-Qurasyi. Kunyahnya
adalah Abū Abdirrahmān, dan gelarnya adalah al-Madanī, ia lebih dikenal dengan
sebutan Abū Zinād. Ia seorang budak Ramlah binti Syaibah ibn RAbū’ah. Ada yang
mengatakan ia adalah budak keluarga Utsman, ada juga yang mengatakan ia adalah
budak ‘Āisyah bint ‘Utsman. Dan dikatakan ayahnya adalah saudara Abū
Lu’luah (pembunuh Umar ibn Khattab). Ia termasuk
dalam thabaqah ke-5, ia seorang tabi’īn junior. Ia wafat pada
tahun 130 H pada bulan Ramadhan pada usia 66 tahun. Mengenai kelahirannya,
penulis belum mendapatkan informasinya. Ia dinilaitsiqah oleh Ibn
hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti ‘Abd al-Rahmān ibn Hurmuz
al-A’raj, ‘Abd Allāh ibn ‘Abd Allāh ibn ‘Utbah, Ubaid ibn Hunain, ‘Urwah
ibn Zubair, dan Ali ibn al-Husain ibn Ali ibn Abū Thālib. Adapun
murid-muridnya, diantaranya adalah Sufyan ibn ‘Uyainah, Sulaimān
al-A’masy, Suaimān al-syaibani, Syu’aib ibn Abū Hamzah, dan Shālih ibn Kaisān.
al-A’raj (w. 117 H di Iskandariyah)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Rahmān ibn Hurmuz al-A’raj. Kunyah nya adalah Abū Dawud. Gelarnya al-Madanī. Ia seorang budak Rabī’ah ibn
al-Harits ibn Abdul Muthallib, dikatakan juga bahwa ia budaknya Muhammad
ibn Rabī’ah. Ia wafat pada tahun 117 H. Mengenai kelahirannya, penulis belum
mendapatkan informasinya. Ia dinilai tsiqah oleh Ibn Hajar
sedangkan al-Dzahabī tidak memberikan tidak menyebutkan apa-apa. Ia
termasuk thabaqah ke-3 (tabi’in menengah). Guru-gurunya adalah
Abū Sa’īd al-Khudri, Abū Salamah ibn ‘Abd al-Rahmān ibn ‘Auf, Abū ‘Ubaidah ibn
‘Abd Allāh ibn Zum’ah ibn al-Aswad, Abū Hurairah, dan Dhibā’ah
binti Zubair. Adapun murid-muridnya diantaranya Abū Zinād (Abdullah
ibn Dzakwan), ‘Abd Allāh ibn Sa’īd ibn Abū Hind, ‘Abd Allāh ibn I‘yāsy ibn
‘Abbās al-Qutbānī, ‘Abd Allāh ibn Fadhl al-Hāsyimi dan ‘Abd Allāh ibn Lahi’ah.
Abū Hurairah (w. 57 H)
Nama lengkapnya ini ada berbagai pendapat, diantaranya
Abdullāh ibn Shakhar, ‘Abd Allāh ibn ‘A’idz, Ibn ‘Amir, dan lain-lain. Kunyahnya
adalah Abū hurairah, dan gelarnya adalah al-Yamani. Ia termasuk dalamthabaqah ke-1,
yaitu sahabat Nabi saw. Ia wafat pada tahun 57 H. Mengenai kelahirannya,
penulis belum mendapatkan informasinya. Ia dinilai tsiqah oleh
Ibn hajar dan al-Dzahabi. Guru-gurunya seperti Rasulullah saw., Ubay ibn Ka’ab,
Usāmah ibn Zayd ibn Haritsah, Bashroh ibn Abū Bashroh al-Gaffāri, dan ‘Umar ibn
al-Khaththāb. Murid-muridnya adalah ‘Abd al-Rahmān ibn Hurmuz al-A’raj, ‘Abd
al-Rahmān ibn Ya’qub (budak si al-Haraqah), Abdul Azīz ibn Marwān ibn al-Hikam
(ayah Umar ibn Abdul Azīz), Abdul Mālik ibn Abū Bakar ibn ‘Abd al-Rahmān ibn
al-Harits ibn Hisyām, dan Abdul Mālik ibn Yasar (budaknya Maimunah istri nabi
saw.
Dari pemaparan diatas dapatlah disimpulkan bahwa sanad hadis yang terdapat
dalam kitab Sunan al-dārimī ini adalah muttashil mulai
dari sanad awal (Nabi) sampai sanad terakhir/mukharrij yang dalam hal ini
adalah al-Dārimī. Ketersambungan sanad ini dapat
dilihat dari adanya hubungan murid dan guru antara seorang perawi dengan perawi
sebelum ataupun sesudahnya. Di samping itu juga karena hidup semasa atau
kesesuaian thabaqah di antara para perawi walaupun ada yang
agak jauh, namun bisa diketahui keabsahannya lewat tahun lahir dan wafat perawi
yang bersangkutan. Seperti antara Abū Zinād thabaqat 5 dan
Sufyān thabaqah 8. Dari tahun lahir dan wafatnya bisa
dibenarkan pertemuan mereka. Kemudian jika dilihat metode periwayatan yang
digunakan setiap perawi dalam sanad al-Dārimī ini ada tiga ungkapan,
yaitu akhbaranā, h*addatsanā, dan 'an.
Perbedaan ungkapan ini menunjukkan adanya perbedaan metode periwayatan hadis
yang dipakai setiap perawi. Dalam sanad al-Dārimī ini memang ada ditemukan
ungkapan ‘an, bahkan terjadi di sanad-sanad awal, yaitu dari Abū
Hurairah, al-‘A’raj, dan Abū Zinād. Hal ini ada kemungkinan terjadi
keterputusan sanad. Tetapi kemungkinan itu tetutupi karena adanya pertemuan
antara perawi-perawi tersebut yang dilihat dari tahun lahir dan wafatnya
perawi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sanad dari jalur al-Dārimī ini
berstatus muttashil dan tidak ada keterputusan. Bahkan bisa disebut
sebagai hadis musnad karena selain muttashil, ia
juga marfu’ (disandarkan kepada Nabi).
Analisis Lafal Matn yang
Semakna
Ada enam redaksi hadis yang penulis muat dalam hadis keutamaan penggunaan
siwak, yang berbunyi, dari keenamnya hanya satu yang tidak menjelaskan pemakaian
waktu penggunaan siwak, dalam riwayat Bukhari tidak ada penambahan kalimat,
sedangkan dalam periwayatan Muslim ada penggantian kata, menjadi, namun begitu
semuanya tetap memiliki makna yang sama dan berkaitan, hadis ini diriwayatkan
oleh al-Bukhari, Muslim, al-Turmuzi, Abu Dawud, dan Ibn Majah dengan redaksi
yang sama.
Ahli bahasa mengatakan bahwa istilah siwak digunakan untuk kata kerja dan
juga kata benda yang
berposisi sebagai mudzakkar.
Al-Layts berkata,
“Terkadang
orang Arab juga me-muannats-kannya. Al-Azharipun mengomentari
perkataan al-Layts, “Ini termasuk di antara kekeliruannya.”
Penulis kitab al- Muẖkam mengatakan bahwa kata siwak bisa sebagai mudzakkar dan juga bisa sebagai mu’annats.
Sedangkan bentuk jama῾
dari siwak
adalah siwāk atau su’uk
(dengan hamzah), sebagaimana halnya kutub yang merupakan jama’ dari kitāb.
Kontekstualisasi
Siwak
pada
Zaman Sekarang
1. Bersiwak
Ditinjau Dari Segi Iptek
Islam sangat memperhatikan kebersihan badan, pakaian, dan tempat (lingkungan). Karena itu, untuk melaksanakan shalat lima waktu, Islam mensyari‟atkan
wudhu dan mensunnahkan
bersiwak
(menyikat gigi) sebelum berwudhu, juga
setiap bangun tidur
dan
setelah makan, apalagi ketika
akan
membaca Alquran. Nabi saw. menekankan pelaksanaannya mengingat banyaknya faedah
dan
keagungan membersihkan gigi.
Benda
yang disunnahkan yang
dapat menyucikan mulut dan membersihkan
gigi misalnya sikat gigi dan kayu Arak yang suka dipakai oleh Nabi saw.
Kayu Arak ini tentu lebih baik daripada benda yang lain, seperti sikat gigi, pasta gigi,
obat kumur dan lain sebagainya yang memang memiliki khasiat dalam masalah
mulut, gigi dan gusi. Sekalipun
dalam eranya siwak
tidak lagi
lazim dalam pemakaiannya tetapi khasiat yang ditimbulkan dari siwak sangat banyak dan hampir bisa mengalahkan semua alat yang diciptakan di zaman sekarang dalam
hal
kebersihan dan kesehatan
mulut. Disebutkan keistemewaannya, di antaranya ialah dapat menguatkan gusi dan gigi, bahkan dapat menjaga lidah dari berbagai
penyakit yang selalu dapat mengancamnya. Profesor Raudat, Direktur lembaga
Ilmu Bakteri dan Penyakit di perguruan tinggi Rousteok di Jerman (Al Mania Democratic),
menerangkan
bahwa alat
siwak
yang dipergunakan
orang-orang Arab sejak ratusan tahun silam, termasuk alat yang
bermutu tinggi karena mengandung faktor yang sangat efektif yang sanggup melebihi keunggulan dan
kemampuan penisilin dalam membunuh mikrobe (bakteri).
Siwak berasal dari tumbuhan yang oleh orang Arab dikenal dengan nama
Salvadora persica yang
kebanyakan tumbuh di berbagai kawasan sekitar Makkah,
Madinah, Yaman dan juga Afrika. Pohon Arak termasuk pohon pendek yang
diameter batangnya tidak lebih dari satu kaki, bentuk dahannya
melingkar-lingkar, dedaunannya berkilau, warnanya coklat bercahaya.
Bagian yang digunakan untuk siwak adalah inti akarnya. Cara
penggunaannya adalah dengan dikeringkan
kemudian disimpan di tempat yang kering
dan tidak lembap.
Sebelum digunakan,
bagian ujung akar tersebut terlebih dahulu ditumbuk dan dihaluskan dengan alat tajam, baru kemudian digunakan untuk
bersiwak. Jika ujung yang digunakan sudah lembek dan rontok, ujung tersebut
dipotong sehingga ujung yang baru yang akan digunakan, begitu seterusnya.
Setelah melalui analisis kimiawi,
pohon arak ini mengandung unsur-unsur, seperti:
1.
Alkaloid (yang
diduga sebagai
salvadorin).
2.
Trimetilamin yang berfungsi dapat menurunkan derajat keasaman (pH) pada
mulut, yang
merupakan salah satu faktor penting
bagi pertumbuhan bakteri sehingga pertumbuhan
bakteri menjadi rendah.
3.
Klorida, flourida, dan silika dengan kadar yang cukup tinggi yang berfungsi menjadikan gigi semakin putih.
4. Sulfur berfungsi menghentikan
pertumbuhan bakteri
di dalam mulut.
5.
Vitamin C berfungsi memperkuat pembuluh-pembuluh kapiler yang
menyuplai
gusi sehingga jumlah
darah
yang disuplai ke
gusi mencukupi.
Selain
itu, vitamin C juga memiliki fungsi
mencegah
peradangan
pada gusi.
6. Sedikit
zat saponin, tanin, dan
flavanoid;
dan
7. Kadar sterol yang cukup tinggi.[6]
Mulut sesuai dengan fungsinya
sebagai tempat masuknya makanan dan
minuman serta posisinya yang
berhubungan langsung dengan dunia luar,
menjadikannya sebagai
lahan kondusif bagi banyak bakteri. Bakteri
tersebut biasa disebut dengan bakteri mulut. Bakteri-bakteri tersebut tidak bereaksi di dalam tubuh orang sehat dan hidup damai dengannya, namun akan berubah menjadi penyakit jika berada di dalam mulut dan di sela-sela gigi yang terdapat sisa-sisa makanan
dan
minuman.
Bakteri
tersebut bekerja mengurai
dan melakukan
fermentasi sisa-sisa
makanan dan
minuman
sehingga dapat menimbulkan
bau tidak sedap
dan penyakit. Bakteri-bakteri
tersebut juga
menimbulkan pengeroposan gigi atau penumpukan
zat garam disekitar gigi
yang selanjutnya
menimbulkan kerak kuning pada gigi atau peradangan gusi dan pyorrhea (beser nanah pada gusi atau
selaput tulang gigi).
Di samping itu,
bakteri-bakteri tersebut juga bisa berpindah ke dalam tubuh dan menimbulkan berbagai peradangan, seperti gastritis (peradangan pada bronkus), sinusitis (peradangan pada sinus),
atau bronkitis (peradangan pada bronkus). Bakteri-bakteri
tersebut bisa menyebabkan munculnya abscess (kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan) pada
bagian-bagian tubuh,
menyebabkan
keracunan
darah, bakteremia,
dan menimbulkan
berbagai penyakit demam menyeluruh.
Dalam hal ini, siwak memilik peranan penting
dalam menekan atau
mengurangi penyakit akibat bakteri-bakteri tersebut. Air liur yang diam mengandung banyak zat garam yang terkonsentrasi.
Jika ada permukaan yang
jauh dari gerakan-gerakan pembersihan alami, seperti gerakan lidah atau gerakan
pembersih buatan seperti siwak, kandungan tersebut akan mengendap, terutama di
sela-sela gusi
sehingga sedikit
demi sedikit membentuk lapisan kotoran gigi.
Ketika itulah
bakteri-bakteri mulai bekerja, beraksi dengan sisa-sisa makanan, terutama yang mengandung gula,
membentuk
zat-zat
asam
organik
yang berperan meleburkan email gigi kemudian gigi taring.
Pengeroposan gigi ini akan terus meluas jika seseorang lengah dalam memperhatikan kebersihan mulut dan
giginya.
Berbagai penelitian laboratorium modern menegaskan bahwa siwak yang
terbuat dari pohon Arak mengandung tanin yang merupakan antiseptik,
membersihkan dan menahan pendarahan gusi serta memperkuatnya.
Kayu siwak
juga
mengandung bahan semacam lada, yaitu sinnigrin yang
memiliki bau menyengat
dan rasa pedas, sehingga bisa membantu membunuh bakteri.
Analisis mikroskop terhadap
potongan-potongan kayu siwak juga menegaskan ditemukannya
kandungan silika
dan kalsium karbonat yang berfungsi membersihkan gigi dan menghilangkan kotoran serta tartar gigi.
. Dr. Thariq al-Kauri menegaskan adanya kandungan klorida dan silika yang
membuat gigi semaikin putih.
Kayu Arak
juga memiliki kandungan
bahan
berbentuk getah yang melindungi email gigi dan menjaga gigi dari kerapuhan, kandungan vitamin
C dan trimetilamin yang
bekerja melekatkan luka gusi
dan menjadikannya tumbuh secara baik, juga kandungan sulfur yang mencegah terjadinya kerapuhan.
Penelitian terbaru membuktikan bahwa akar dan ranting
Arak yang
digunakan sebagai siwak
ternyata mengandung unsur kimiawi yang mampu
melindungi gigi dari
kerusakan akibat kotoran dan
kuman, serta melindunginya
dari radang gusi. Selain itu, akar dan ranting
Arak memiliki unsur kimiawi lain
seperti
minyak
lada yang
terasa manis dan
memiliki aroma
yang menyengat karena sifatnya yang panas, akar dan ranting Arak mampu mengusir kuman yang bersarang di
mulut.
Beberapa unsur lain seperti aroma
wangi yang dikandungnya, rasa gula yang
bergetah, mineral, beragam serat tumbuhan yang mengandung karbon
sodium, ternyata
berfungsi sebagai pasta pelindung gigi. Fakta-fakta ilmiah tersebut belum ditemukan
atau dibuktikan di masa-masa
kenabian atau bahkan
beberapa
abad berikutnya.
Karenanya, anjuran Nabi saw. untuk bersiwak setiap
kali mengandung
mukjizat ilmiah, ajaran tentang etika, serta konsep kesehatan
mulut, gigi, gusi dari kotoran, kuman, bakteri dan sisa-sisa
makanan yang menempel di gigi dan rongga
mulut jika mulut dan gigi dibiarkan dalam kedaan
kotor, tentu orang tersebut akan rentan terserang penyakit mulut dan gigi, dan ia pun akan dijauhi orang lain
karena bau mulutnya yang tak
sedap.
Hal lain yang sangat mencengangkan selain anjuran Nabi saw. untuk bersiwak adalah bahwa
beliau memilih ranting atau akar pohon Arak sebagai alat
siwak favorit, sementara pada saat itu tidak ada seorangpun yang mengetahui zat- zat dan senyawa yang terkandung pada ranting atau akar pohon Arak. Semua itu menunjukkan betapa Nabi saw. adalah benar-benar utusan Allah swt. yang setiap
saat terhubung kepada Allah
swt.
dan mendapatkan bimbingan
oleh wahyu.
Dialetika ilmiah yang terkandung dalam beberapa hadis Nabi saw. dan ayat-ayat Alquran sangat cocok untuk dijadikan sarana
dakwah di zaman modern seperti sekarang yang diwarnai kemajuan dalam bidang
sains dan teknologi.
Cara ini niscaya dapat menggugah kalangan kaum muslimin untuk
semakin mempercayai kebenaran risalah Islam dan mengajak kalangan non muslim untuk mendalami ajaran Islam dan kemudian
memeluknya.
Dari uraian tersebut sangat jelas bahwa siwak memiliki banyak manfaat dari
segi kesehatan mulut, melebihi alat-alat
dan obat-obatan pembersih mulut dan gigi
buatan sekarang. Orang
yang pertama memperkenalkan manfaat siwak adalah Nabi saw., beliau yang
hidup pada abad ke-7 Masehi, namun memilik akal pikiran dan
mentalis abad 21.
Penutup
[2]
Shaleh Ahmad Ridha, al-I’jaz
al-‘Ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyah, (Riyadh: Maktabah al-‘Ubaukan, 1421 H/
2001 M), Cet. I
Sunnah, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2009), h.
68
Komentar
Posting Komentar