Terkadang saat melihat film laga dengan tokoh utama yang berani bergelantungan di helikopter untuk meyelesaikan sebuah misi saya berpikir "wih itu bukan cgi" "itu shoot beneran" "kalo jatuh gimana?"
sisi lain diri saya menjawab, "kan cuma film"
lalu diri sadar saya bertanya lagi "iya film, settingan, ada pengaman sih, tapi kalo jatuh beneran gimana?"
lalu sisi kekanakan diri saya juga ikut bertanya "lalu kenapa ya manusia gak diciptakan punya sayap?" "kan kalo jatuh dari helikopter bisa selamet kalo punya sayap?"
diri sadar saya menjawab dengan sedikit reverensi anatomi "kan kita diciptakan dengan 2 tangan 2 kaki, buat jalan cukup atau kalo kurang cepet bisa naik moto, terus 2 tangan untuk bangun pesawat juga cukup, jadi bisa terbang. apa kurang bersyukur?"
sisi kekanakan ku mulai menerima dan mengiyakan statmen itu
sisi lain diri saya diam, tapi bukan mengiyakan, dia merenung seperti biasanya jika punya pemahaman baru.
kami bertiga diam...
lalu sisi lain diri saya berkata, "iyap bener, kita gak diciptakan bersayap lalu kenapa kita harus jatuh? kenapa kita kadang suka memposisikan diri kita dalam keadaan yang cenderung membuat kita jatuh? kenapa kita ingin jatuh sedangkan kita punya kaki dan tangan?
saya diam
sisi kekanakan ku menjawab dengan muka bingung "kan film, pasti dijamin keamanannya" "ini bahas tokoh film aksi?"
sisi lain diri saya menjawab, "bukan, ini tentang hati ke hati. tentang bagaimana kita bertiga yang kadang terjatuh mengejar satu hati dengan keegoisan kita bertiga yang tak terkalahkan satu sama lain"
mmmm saya mulai mengerti arti filosopi "kita gak diciptakan bersayap lalu kenapa kita harus jatuh?"
sisi lain diri saya melanjutkan khutbahnya, "kenapa kita ingin jatuh cinta?" dan "kenapa kita bisa jatuh hati, jatuh menyesal dan jatuh sakit hati karena seseorang yang kita mau nyatanya belum mau dengan kita?" "Tuhan menciptakan kita tanpa sayap, kita tidak hidup untuk jatuh, kita punya 2 kaki untuk berlari dari masa lalu menuju masa depan, kita punya 2 tangan yang tak sepantasnya di sia-siakan dan kenapa tidak kita bangun cinta dengan dua tangan itu sebagai sebuah karya terhebat dari kita bertiga, dan atau kenapa kita memilih jatuh cinta sedangkan kita mmampu membangun cinta?"
deg... diri sadar saya paham maksud perbincangan ini
ada benarnya juga, bodoh sekali ya kita selama ini yang jatuh, dan sengaja menjatuhkan diri kita dalam penyesalan krn cinta yang kita pilih salah arah atau tak ada balasan untuk perasaan kita darinya.
sisi kekanakan ku mulai berkata lagi " lalu bagaimana caranya membangun cinta?" "sedangkan sudah terlalu banyak air mata yanng kita buang untuk menyesali masa lalu yg pernah kita jalani?"
sisi lain diri saya menjawab "itulah kenapa air mata rasanya asin, karena dia garam kehidupan"
diri sadar saya sedikit bingung maknanya
sisi lain saya menyambung, "ya garam, sayur tanpa garam gak akan kerasa begitu juga hidup. tanpa air mata kita gak akan paham apa ini hidup, bagaimana merasakan dan menikmati hidup ini dengan logika dan perasaan"
diri sadar saya punya keyakinan bahwa kita akan hancur, remuk dan rapuh sebelum kita menemukan orang yang tepat, karena orang yang tepat adalah tempat terbaik untuk hati ini rehat.
sisi lain diri saya menyambung, "bukan begitu juga kawan, sebelum menemukan atau ditemukan tulang rusuk kita pasti mengalami patah hati terhebat dan untuk itu tetaplah menjadi kuat, sampai menemukan orang yang tepat"
"kalo patah janagn nangis, cukup evaluasi dan koreksi dan siap-sedia untuk beraksi"
"kamu gak remuk, kamu sedang di bentuk"
dan ingan kita tak punya sayap, jangan jatuh!
kita punya kaki, lari!
kita punya tangan, bangun !
jangan jatuh di hati yang salah,
kalo udah terlanjur cepetan lari, gak usah mendramatisir sedih, menyesal, galau, down dan males ngetik skripsi.
terus bangun cinta dengan tangan kita sendiri, bukan dengan berharap punya sayap kaya di film fiksi.
dan untuk cara membangun cinta, mungkin sisi lain diri saya atau sisi kekanakan saya akan punya jawabannya.
atau diantara kalian ada yang punya jawabannya?
Komentar
Posting Komentar